Konsumerisme: Pengertian, Ciri, Dampak Negatif, & Contohnya
Konsumerisme adalah konsep yang menonjolkan pembelian produk tanpa terkendali yang didorong oleh faktor keinginan pribadi.
Individu yang menganut paham konsumerisme memiliki sifat konsumtif dan cenderung kesulitan dalam mengelola keuangan pribadi.
Agar dapat memahami konsumerisme secara komprehensif, mari simak pembahasan selengkapnya pada pembahasan di bawah ini.
Apa itu Konsumerisme?
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konsumerisme adalah gaya hidup yang beranggapan bahwa kebahagiaan bisa didapatkan dari kepemilikan barang-barang mewah.
Diambil dari buku Pembangunan dan Perubahan Sosial, konsumerisme artinya kebiasaan atau budaya yang berpeluang besar menimbulkan kerugian daripada keuntungan, utamanya pada aspek pembangunan.
Filsuf dan analis budaya dari Perancis, Jean Baudrillard, menyatakan bahwa konsumerisme adalah hasrat atau keinginan untuk mengonsumsi sesuatu secara berlebihan.
Secara garis besar, konsumerisme adalah akar dari pemborosan, malas-malasan, dan hilangnya keinginan untuk menjadi individu yang lebih maju.
Menurut Baudrillard, seseorang yang menganut gaya hidup konsumerisme berfokus pada peningkatan status sosial daripada memenuhi kebutuhan hidupnya.
Adapun beberapa penyebab konsumerisme yang utama adalah tuntutan gaya hidup dalam suatu lingkungan sosial, baik dari dalam diri maupun pengaruh orang lain.
Ciri-Ciri Konsumerisme
Gaya hidup konsumerisme memiliki ciri-ciri khusus yang dapat dikenali dalam kegiatan sehari-hari. Berikut adalah ciri-ciri konsumerisme yang perlu diperhatikan:
1. FOMO (Fear of Missing Out)
Perasaan ingin memiliki sesuatu karena ingin ikut-ikutan tren atau FOMO merupakan salah satu ciri dari paham konsumerisme.
Sikap FOMO ini bisa dilihat dengan kebiasaan seseorang mengikuti gaya hidup artis, influencer, dan selebgram di internet.
2. Bangga atas Kepemilikan Barang
Paham konsumerisme erat dengan rasa kebanggaan atas kepemilikan suatu barang. Perasaan bangga ini berasal dari hal-hal sederhana, seperti memiliki smartphone yang baru beredar di pasar.
3. Ingin Menjadi Pusat Perhatian
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, fokus konsumerisme adalah status sosial, bukan pemenuhan kebutuhan.
Maka dari itu, penganut gaya hidup konsumerisme cenderung ingin menjadi pusat perhatian dengan barang-barang berharga yang dimilikinya.
Baca juga: Frugal Living: Pengertian, Manfaat dan Tips Memulainya
Dampak Konsumerisme
Meskipun konsumerisme memiliki dampak negatif secara umum, namun terdapat sisi positif yang perlu menjadi catatan bagi penggerak ekonomi. Berikut penjelasannya:
Dampak Positif Konsumerisme
Maraknya pembelian barang karena sifat konsumtif bisa memiliki efek positif terhadap proses produksi barang dan jasa.
Adanya kenaikan pada angka produksi tersebut akan membuat pelaku usaha lebih termotivasi untuk meningkatkan penjualan.
Upaya peningkatan produksi tersebut berpeluang membuka lapangan pekerjaan baru yang nantinya dapat mengurangi dampak pengangguran.
Dampak Negatif Konsumerisme
Terlepas dari dampak konsumerisme yang positif terhadap perekonomian, gaya hidup ini memiliki efek negatif terhadap pengeluaran pribadi, seperti:
1. Memunculkan Perilaku Boros
Seseorang yang terjebak dalam gaya hidup konsumerisme tidak bisa mengatur pengeluaran. Maka dari itu, ia akan cenderung berperilaku boros.
Alih-alih menggunakan uang untuk kebutuhan pokok, seseorang yang konsumtif akan cenderung membeli barang-barang branded agar dapat meningkatkan status sosialnya.
2. Meningkatkan Kesenjangan Sosial
Prinsip konsumerisme adalah memiliki barang-barang tertentu untuk meningkatkan status sosial. Semakin konsumtif masyarakat, maka kesenjangan sosial pun akan meningkat.
Seseorang yang bersikap konsumtif cenderung terlihat lebih menonjol daripada orang lain, terutama dari segi penampilan. Hal tersebut mengindikasikan kesenjangan sosial yang terlihat nyata.
3. Menghambat Proses Menabung
Perilaku boros akibat ketidakmampuan mengendalikan sifat konsumtif dapat menyulitkan proses menabung.
Uang yang seharusnya bisa disimpan untuk tabungan dihamburkan demi membeli barang-barang guna membuat penampilan lebih menonjol.
Baca juga: 5 Keuntungan Mengikuti Gaya Hidup Minimalis untuk Keuangan
Contoh Konsumerisme
Setelah memahami pengertian konsumerisme dan dampaknya, sahabat perlu tahu contoh-contoh sikap yang mengindikasikan gaya hidup tersebut.
Beberapa contoh konsumerisme dalam kehidupan sehari-hari bisa dilihat sebagai berikut:
1. Selalu Beli Barang Terbaru
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, penganut gaya hidup konsumerisme adalah seseorang dengan keinginan tak terbendung untuk membeli barang-barang terbaru.
Tren apa pun yang sedang naik daun akan menjadi patokan bagi mereka untuk menghabiskan uang demi memperbarui penampilan.
Barang-barang terbaru ini tidak hanya terbatas pada pakaian dan aksesoris, namun juga gadget, mobil, jam tangan, perhiasan, dan kemewahan lainnya.
2. Penggunaan Kredit Berlebihan
Dalam praktiknya, salah satu indikator utama dari penerapan gaya hidup konsumerisme adalah penggunaan kredit berlebihan.
Kartu kredit menjadi andalan bagi seseorang dengan perilaku konsumtif yang tidak pernah merasa cukup.
Dengan kartu kredit, transaksi pembayaran pun menjadi lebih mudah dengan menggunakan pinjaman dari bank. Jadi, tidak perlu lagi menunggu ketersediaan uang untuk membeli barang yang diinginkan.
3. Boros Saat Beli Makanan
Contoh konsumerisme yang paling banyak ditemukan di kehidupan sehari-hari adalah boros saat beli makanan.
Kerap kali orang membeli makanan lebih dari yang dibutuhkan. Akibatnya, makanan yang tidak dikonsumsi akan dibuang begitu saja dan menjadi sampah.
Padahal sikap boros ini bisa dihindari apabila ada kesadaran untuk mengatur pengeluaran berdasarkan kebutuhan.
Itulah pembahasan seputar konsumerisme yang dapat dijadikan sebagai catatan bagi sahabat. Semoga dapat menjadi pelajaran berharga bagi pengelolaan keuangan pribadi ya.
Menghindari sifat konsumtif di era digital ini memang tidak mudah. Banyak pilihan barang untuk dicoba dengan penawaran yang tidak kalah menarik.
Akan tetapi, kepemilikan barang tersebut tidak dapat mendatangkan keuntungan lebih dan hanya membuat sahabat menjadi lebih boros.
Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk mengurangi pemborosan tersebut? Menabung emas bisa menjadi solusi yang sahabat cari.
Dengan layanan Tabungan Emas dari Pegadaian, sahabat bisa mendapatkan kepemilikan emas yang dikonversi menjadi saldo rekening.
Sistem investasi emas dalam bentuk tabungan di Pegadaian dijamin aman karena terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pembelian emas minimal Rp10 ribu saja dengan biaya pengelolaan rekening tabungan sebesar Rp30 ribu per tahunnya. Sangat terjangkau, bukan?
Nilai emas cenderung naik setiap tahunnya dan tetap stabil sekalipun di tengah inflasi. Jadi, emas yang sahabat kumpulkan akan bertambah nilainya seiring waktu.
Yuk, alihkan dana pribadimu untuk menabung emas di Pegadaian agar keuntungan bertambah mulai sekarang!
Baca juga: BI Checking: Pengertian, Skor, dan Cara Mengeceknya
Artikel Lainnya
Emas
Cara Memanfaatkan Tabungan Emas untuk Dana Pendidikan
Telah dimanfaatkan sejak zaman dahulu, sistem investasi; tabungan; maupun asuransi emas mennjadi cara yang banyak digunakan orang untuk “menabung” atau yang lebih ekstrem lagi: mempersiapkan masa depan. Apalagi caranya tergolong praktis dan mudah. Cukup membeli, simpan, lalu jual di kemudian hari. Entah “dicairkan” saat terpepet atau justru butuh uang, tabungan emas Anda sudah memberikan keuntungan. […]
Wirausaha
Apa Saja Peluang Bisnis di Tahun 2019 yang Bakal Booming?
Punya resolusi jadi pengusaha sukses di tahun 2019? Jalankan saja peluang bisnis 2019 ini. Dijamin, bakal booming deh!
Keuangan
5 Cara Mengatur Keuangan Pribadi dengan Gaji Kecil
Berapa gaji yang biasanya Anda terima setiap bulan? Apakah jumlah tersebut cukup atau cenderung pas-pasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari? Tidak sedikit karyawan yang mengeluhkan masalah keuangan pribadi mereka. Penyebabnya, gaji yang diterima dianggap terlalu kecil. Sementara itu, ada begitu banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Sebenarnya, besar tidaknya gaji adalah sesuatu yang relatif. Di balik itu, […]