Memahami 4 Hukum Melaksanakan Ibadah Haji, Simak & Catat!

Tahukah kamu bahwa ibadah haji mempunyai hukum syar’i yang beragam sebab bergantung pada kondisi masing-masing individu?
Secara umum, setiap muslim mengetahui bahwa hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib. Padahal, terdapat beberapa hukum ibadah haji yang juga harus diperhatikan.
Apalagi, menjelang musim haji Muharram, Zulkaidah, dan Zulhijah ini, kamu harus memahami hal itu sebagai bentuk persiapan pergi berhaji pada Juni 2025 nanti.
Namun, jangan khawatir karena artikel ini akan memaparkan informasi terkait hal tersebut. Jadi, mari simak penjelasannya dengan saksama.
Hukum Melaksanakan Ibadah Haji
Secara umum, hukum melaksanakan ibadah haji adalah wajib bagi umat Islam yang mampu menunaikannya di Baitullah.
Namun, para ulama pun berpendapat bahwa hukum tersebut dapat berubah menjadi empat hukum. Adapun hukum melaksanakan ibadah haji adalah sebagai berikut:
1. Wajib
Seperti yang diketahui, ibadah haji hukumnya wajib jika mampu secara mental, fisik, dan finansial. Hukum melaksanakan ibadah haji ini tercantum dalam Q.S Ali Imran ayat 97, yaitu:
Artinya: “Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah SWT adalah menjalankan ibadah haji ke Baitullah, yakni bagi orang-orang yang mampu melakukan perjalanan ke sana. Barang siapa yang mengingkarinya (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Yang Maha Kaya (tidak membutuhkan sesuatu) dari seluruh alam semesta.”
Hukum wajib haji juga berlaku pada orang-orang yang telah mengatasnamakan haji pada nazarnya, baik dalam hal qada atau murtad, seperti berikut:
- Jemaah haji yang tidak melaksanakan rukun haji, seperti wukuf. Jadi, wajib mengqada di lain waktu. Hukum ini tetap berlaku bagi mereka yang telah berhaji.
- Ibadah haji juga wajib ditunaikan saat seseorang murtad (keluar agama Islam) lalu masuk kembali menjadi mualaf. Tujuan diwajibkannya pelaksanaan ibadah haji adalah untuk mengembalikan keimanan serta keislamannya yang hilang.
2. Sunah
Selanjutnya, hukum melaksanakan ibadah haji adalah sunah. Hukum ini diberlakukan pada umat Islam yang belum mencapai kedewasaan (balig) sehingga tidak memiliki kewajiban haji.
Akan tetapi, para ulama juga menetapkan hukum mubah (boleh) bagi anak-anak yang ingin mendaftar haji untuk memperoleh porsi haji dengan syarat berikut ini.
Syaratnya, yaitu uang yang dipakai untuk mendaftar didapatkan dengan cara halal, tidak melanggar aturan perundang-undangan.
Kemudian, tidak menjadi penghambat bagi pelaksanaan haji mukalaf yang telah berkewajiban ‘ala al-faur dan sudah mendaftar serta tidak mengganggu biaya lain.
Selain itu, hukum sunah pun berlaku pada orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji sebelumnya. Jadi, beban kewajiban haji mereka telah terpenuhi.
3. Makruh
Hukum ibadah haji juga dapat menjadi makruh. Hal ini berlaku bagi beberapa orang, seperti berikut ini:
- Perempuan yang sudah menikah, namun pergi berhaji tanpa izin dari suaminya.
- Orang yang telah menjalankan ibadah haji beberapa kali, tetapi masih banyak fakir miskin di lingkungan sekitarnya yang belum dibantu. Maka, orang tersebut justru wajib mengentaskan kemiskinan itu dibandingkan pergi berhaji lagi.
- Orang yang hendak menunaikan ibadah haji, walaupun sebenarnya mengetahui bahwa keselamatannya akan terancam.
4. Haram
Berikutnya, hukum melaksanakan ibadah haji adalah haram bagi orang-orang yang jika melakukannya justru akan menimbulkan dosa atau melakukannya karena tujuan tidak baik.
Misalnya, pergi berhaji ke Tanah Suci dengan maksud ingin menjarah dan merampok harta benda dari jemaah-jemaah lain.
Baca juga: Ketahui Cara Daftar Haji Plus Beserta Syarat Kelengkapannya
Hikmah Berangkat Haji
Menunaikan ibadah haji bukan hanya sebagai penyempurna rukun Islam, tetapi juga dapat menghapus dosa, bentuk ketaatan pada Allah SWT, sebagai bagian dari proses kesabaran.
Di samping itu, terdapat makna ibadah haji yang mendalam lainnya, yakni bisa menyatukan seluruh umat Islam tanpa memandang status sosial, warna kulit, asal, dan lain sebagainya.
Pasalnya, di hadapan Allah SWT semua manusia memiliki posisi dan derajat yang sama. Hanya ketakwaan dan ketaatanlah yang menjadi pembedanya.
Ketika seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia berkumpul di Tanah Suci untuk beribadah, maka akan membentuk sebuah ikatan yang erat dan timbul kasih sayang satu sama lain.
Hubungan tersebut diikat oleh agama Islam yang tidak akan dapat dipisahkan oleh apa pun serta atas restu Allah SWT.
Apa Hukumnya Menunda Berangkat Haji?
Setelah mengetahui hukum dan hikmah ibadah haji, lantas bagaimana hukum orang yang mampu tapi tidak berhaji? Bolehkah menundanya atau tidak?
Berdasarkan firman Allah SWT dalam Q.S Al-Hajj ayat 27–28, dikatakan bahwa Allah SWT memerintahkan hamba-Nya untuk menjalankan ibadah haji.
Allah SWT memberikan pahala besar bagi siapa pun yang memenuhi panggilan untuk pergi berhaji ke Tanah Suci ini.
Kemudian, di dalam sebuah hadis Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Sesungguhnya Allah SWT sudah melimpahkan kesehatan pada hamba-Nya, meluaskan rezekinya, tetapi apabila ia berlalu lima tahun dan belum memenuhi panggilan untuk berhaji, maka ia termasuk ke dalam orang yang terhalangi dari kebaikan.”
Selain itu, pada hadis yang terdapat dalam kitab At-Targib wat Tarhib pun diterangkan, seperti berikut ini.
“Nabi Muhammad SAW bersabda, barang siapa tidak menghalanginya hajat yang nyata atau sakit yang dapat mencegah atau sebab pemimpin yang zalim, lalu ia tidak pergi berhaji, maka silakan ia mati dalam kondisi Yahudi atau apabila Nasrani.” (HR Baihaqi).
Menurut pendapat sebagian ulama, seperti Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, haji wajib dilaksanakan sesegera mungkin saat telah mampu secara finansial.
Hal tersebut didasarkan pada urgensi kewajiban haji serta kekhawatiran akan terjadinya hambatan di masa depan, seperti kehilangan harta atau sakit.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pun menegaskan bahwa disunahkan bagi orang yang telah mampu untuk segera mendaftar haji.
Demikian pembahasan mengenai hukum melaksanakan ibadah haji, hikmah, dan hukum menundanya yang perlu dipahami.
Memahami informasi tersebut bisa membuatmu lebih memaknai ibadah yang ditunaikan sehingga meningkatkan kekhusyukan dan keikhlasan dalam beribadah.
Apabila kamu sudah mampu, maka menyegerakan berangkat haji ke Makkah adalah suatu hal yang baik untuk dilakukan.
Apabila kini kamu ingin mewujudkan mimpi berhaji, maka tenang saja sebab kamu bisa mengajukan Pembiayaan Porsi Haji di Pegadaian.
Melalui layanan tersebut, kamu bisa memperoleh porsi haji. Pembiayaan berbasis syariah ini dapat diajukan dengan menjaminkan emas 24 karat atau saldo Tabungan Emas senilai 3,5 gram.
Di samping itu, jangan lupa untuk melengkapi seluruh dokumen persyaratan yang telah ditentukan oleh pihak Pegadaian.
Proses pengajuan bisa dilakukan secara aman dan praktis melalui aplikasi Pegadaian Digital, Pegadaian Digital Syariah, atau langsung datang ke kantor cabang Pegadaian terdekat.
Tidak perlu khawatir, barang jaminan dan dokumen persyaratan akan disimpan dengan baik. Jaminan tersebut pun juga bisa digunakan sebagai pelunasan biaya haji.
Jika cicilan sudah bisa dilunasi, maka barang jaminan akan dikembalikan. Mudah dan praktis, bukan?
Tertarik ingin mengajukan layanan Pembiayaan Porsi Haji untuk membantu dalam menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci? Mari ajukan Pembiayaan Porsi Haji di Pegadaian sekarang juga!
Baca juga: Wisata Religi: Penuhi Kebutuhan Rohani dan Ketenangan Diri
Artikel Lainnya

Inspirasi
17 Ide Souvenir Pernikahan yang Bermanfaat dan Berkesan
Bingung cari ide souvenir pernikahan yang dapat digunakan oleh tamu namun tetap berkesan? Mari cek berbagai rekomendasinya di artikel ini.

Inspirasi
5 Ide Usaha Yang Bakal Tren Di 2022
Peluang usaha yang bisa kita terapkan tidak lepas dari modal yang diperlukan. Pegadaian hadir melalui program Pinjaman Usaha.

Inspirasi
Apa itu PKWT? Kenali Arti, Hak, dan Bedanya dengan PKWTT
PKWT adalah perjanjian kerja di mana seorang karyawan memenuhi kewajiban dan mendapatkan haknya dalam jangka waktu tertentu. Yuk, simak di sini!