Pajak PBB: Definisi, Objek, Subjek, & Cara Menghitungnya

Di Indonesia, terdapat berbagai jenis pajak yang diberlakukan oleh pemerintah kepada wajib pajak, salah satunya PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
Tarifnya dihitung menurut NJOP (Nilai Jual Objek Pajak). Setelah bertahun-tahun tidak diperbarui, pemerintah saat ini melakukan penyesuaian terhadap NJOP.
Namun, hal ini menyebabkan kenaikan pajak PBB secara drastis yang akhirnya memicu protes warga di beberapa daerah sehingga menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat.
Ingin tahu kelanjutan terkait hal tersebut, termasuk objek, subjek, hingga cara hitung PBB? Yuk, simak pembahasannya dalam artikel ini.
Apa Itu Pajak PBB?
Pajak PBB adalah pungutan wajib yang harus disetorkan atas keberadaan tanah dan bangunan karena memberikan keuntungan maupun kedudukan sosial ekonomi bagi pribadi atau badan.
Artinya, kepemilikan properti (gedung dan/atau bangunan) untuk individu atau badan yang berdampak bagi kepentingan finansial dan/atau sosial wajib mengeluarkan pajak per tahunnya.
Bumi yang dimaksud dalam pajak PBB adalah permukaan bumi, meliputi tanah, perairan pedalaman beserta laut wilayah kabupaten/kota.
Sementara itu, bangunan dalam PBB merupakan konstruksi teknis yang ditanam secara tetap pada tanah dan/atau laut.
Landasan hukum PBB tertera dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 mengenai Pajak Bumi dan Bangunan.
PBB juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Terdapat dua hal yang dijelaskan dalam regulasi tersebut, antara lain:
- Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki kewenangan untuk memungut PBB di sektor pedesaan atau perkotaan (PBB-P2).
- Pemerintah pusat mempunyai kewenangan untuk memungut PBB di sektor pertambangan, perhutanan, serta perkebunan (PBB-P3).
Tujuan pemungutan pajak PBB adalah untuk mendanai layanan publik, seperti kesehatan, pendidikan, infrastruktur, dan beragam program pemerintah lainnya.
Pemilik properti harus membayar pajak PBB sesuai tagihan dan jadwal yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah ataupun otoritas pajak setempat.
Objek PBB
Berdasarkan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Pasal 77 Ayat 2, objek PBB adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pribadi maupun badan.
Adapun hal-hal yang mencakup objek pajak tersebut adalah sebagai berikut:
- Objek PBB untuk bumi, seperti sawah, ladang, tambang, tanah, kebun, dan pekarangan.
- Objek PBB untuk bangunan, seperti kolam renang, gedung bertingkat, rumah tinggal, bangunan usaha, pusat perbelanjaan, pagar mewah, tempat olahraga, dan lain-lain.
Lebih lanjut, terdapat beberapa jenis tanah dan/atau bangunan yang termasuk bebas PBB, yaitu sebagai berikut.
- Tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh pemerintah daerah maupun pusat untuk menyelenggarakan pemerintahan.
- Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan semata-mata untuk memberikan layanan atau kepentingan umum dan tidak mencari keuntungan, seperti di bidang keagamaan (rumah ibadah), pendidikan, sosial, kebudayaan nasional, dan kesehatan.
- Tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala, hutan wisata, atau sejenisnya.
- Tanah dan/atau bangunan yang difungsikan sebagai hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, dan tanah negara yang belum dibebani oleh suatu hak.
- Tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh perwakilan diplomatik maupun konsulat berlandaskan asas perlakuan timbal balik.
- Tanah dan/atau bangunan yang digunakan oleh badan dan/atau perwakilan lembaga internasional yang telah ditetapkan berdasarkan PMK (Peraturan Menteri Keuangan).
Baca juga: Apa Itu Pajak Emas? Simak Ringkasan Aturan PMK Terbarunya!
Subjek PBB
Subjek pajak PBB adalah wajib pajak atau orang pribadi maupun badan yang secara nyata mempunyai hal-hal, seperti berikut ini:
- Memiliki hak atas bumi.
- Mendapatkan manfaat atas bumi.
- Memiliki dan/atau menguasai atas bangunan.
- Mendapatkan manfaat atas bangunan.
Hal tersebut telah termuat dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 Pasal 4 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Cara Menghitung PBB
Tarif PBB-P2 kini maksimal 0,5%. Kenaikan pajak PBB ini terjadi seiring pemberlakuan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Pada dasarnya, landasan hukum tersebut memang mengatur berbagai ketentuan desentralisasi fiskal serta asas otonomi pemerintah, salah satunya terkait ketetapan peningkatan tarif PBB.
Namun, tarif PBB-P2 yang berupa lahan produksi pangan maupun ternak ditetapkan cenderung lebih rendah dibandingkan tarif untuk lahan lainnya.
Nantinya, tarif PBB-P2 akan ditentukan dengan Peraturan Daerah oleh masing-masing Pemerintah Daerah. Lantas, bagaimana cara hitung PBB?
Dalam hal ini, wajib pajak perlu memahami bahwa perhitungan PBB dipengaruhi oleh NJOP dan NJKP (Nilai Jual Kena Pajak).
NJOP adalah rata-rata harga objek tertentu di pasaran ketika melakukan jual beli tanah. NJOP dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, lokasi, bahan bangunan, teknik, dan pemanfaatan properti.
Rumus hitung NJOP dibagi menjadi dua, yakni berdasarkan NJOP bumi dan bangunan, di antaranya:
- NJOP Bumi = Luas tanah x Nilai tanah
- NJOP Bangunan = Luas bangunan x nilai bangunan
- Total nilai NJOP = NJOP Bumi + NJOP Bangunan
NJKP merupakan nilai persentase yang didasarkan pada nilai jual properti, gedung, dan/atau bangunan sebenarnya.
Nilai persentase NJKP paling tinggi adalah 100% dan terendah 20% yang ditetapkan per masing-masing peraturan daerah.
Persentase 20% dan 40% merupakan peraturan lama yang diatur dalam UU No. 12/1985 dan UU No. 12/1994 tentang PBB serta praktik sebelum otonomi daerah penuh.
Setelah diberlakukannya UU No. 28/2009 (PDRD), kewenangan PBB-P2 beralih ke Pemda, dan ditegaskan dalam UU No. 1/2022 (HKPD).
Kini, assessment ratio/NJKP ditetapkan lewat Perda dalam rentang 20%–100%, bukan otomatis 20%/40% seperti aturan lama.
Adapun rumus hitung yang digunakan pada NJKP adalah sebagai berikut.
NJKP = Persentase NJKP x (NJOP - NJOPTKP)
Sedangkan, cara hitung PBB akan menggunakan rumus berikut ini.
PBB = Tarif x NJKP
Agar pemahaman mengenai cara hitung PBB semakin jelas, cobalah perhatikan contoh kasus berikut ini.
Pak Andi mempunyai tanah seluas 100 m² dengan harga pasar sekitar Rp4.000.000. Pak Andi juga memiliki bangunan seluas 50 m² dengan harga Rp2.000.000.
Besaran NJOPTKP-nya (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak) adalah Rp10.000.000. Berapakah perhitungan PBB atas tanah dan bangunan milik Pak Andi tersebut?
Jawab:
- Nilai tanah = 100 m² x Rp4.000.000 = Rp400.000.000.
- Nilai bangunan = 50 m² x Rp2.000.000 = Rp100.000.000.
- NJOP = Rp400.000.000 + Rp100.000.000 = Rp500.000.000.
- NJKP = 20% x (Rp500.000.000 - Rp10.000.000) = Rp98.000.000.
Maka, perhitungan PBB adalah sebagai berikut.
PBB = Tarif x NJKP
= 0,5% x Rp98.000.000
= Rp490.000
Jadi, PBB yang harus dibayarkan oleh Pak Andi per tahunnya adalah sebesar Rp490.000.
Demikian pembahasan mengenai pajak PBB, mulai dari definisi, landasan hukum, objek, subjek, kenaikan, hingga cara menghitungnya.
Di tengah gejolak perekonomian saat ini, manajemen keuangan sangat dibutuhkan agar dana dapat teralokasi dengan baik untuk pembayaran pajak, kebutuhan pokok, dan investasi.
Jika berbicara tentang investasi, maka emas termasuk instrumen yang direkomendasikan. Pasalnya, investasi emas dapat melindungi nilai kekayaan.
Sebagai safe haven, emas tahan terhadap inflasi dan memiliki peluang kenaikan nilai di masa depan.
Apalagi, harga belinya juga terjangkau sehingga cocok bagi investor pemula. Melalui Tabungan Emas Pegadaian, nasabah dapat melakukan pembelian awal minimal Rp10 ribuan saja.
Layanan ini memungkinkan nasabah berinvestasi emas secara mudah dan praktis karena bisa diproses di aplikasi Pegadaian Digital atau langsung di kantor cabang Pegadaian terdekat.
Nasabah dapat mulai menabung emas secara konsisten setelah pembukaan rekening Tabungan Emas aktif berhasil.
Nah, saldo yang terkumpul nantinya bisa dikonversi menjadi emas fisik, dicairkan kembali, atau ditransfer ke sesama pemilik Tabungan Emas.
Untuk memperkirakan berapa gram emas yang dapat dibeli, cobalah menghitungnya menggunakan fitur Simulasi Tabungan Emas.
Bagaimana, tertarik untuk bertransaksi? Yuk, maksimalkan peluang cuan dengan menabung emas mulai dari sekarang di Pegadaian!
Baca juga: Pajak Penghasilan: Jenis, Tarif, dan Batas Pembayarannya
Artikel Lainnya

Keuangan
Berapa Lama BI Checking Bersih Setelah Pelunasan? Ini Penjelasan Lengkapnya
Sudah tahukah kamu berapa lama BI Checking bersih setelah pelunasan kredit? Yuk, simak informasi tentang durasi pemutihan BI Checking di sini!

Keuangan
Apakah Indonesia Bakal Terdampak Resesi Global 2023?
Resesi Global 2023 di depan mata. Apa yang sebaiknya kita lakukan? Kemana kita harus berinvestasi? Serta aset apa saja yang mudah dicairkan? Yuk, kita ulas bersama

Keuangan
5 Tips Mengelola Keuangan dengan Budgeting Cerdas
Tips mengelola keuangan dengan budgeting cerdas untuk raih stabilitas keuangan. Pelajari strategi berikut untuk masa depan yang lebih mantap.