ROE (Return on Equity): Fungsi, Rumus, dan Cara Perhitungannya

Oleh Sahabat Pegadaian dalam Keuangan

29 December 2025
Bagikan :
image detail artikel

Dalam menilai kinerja sebuah perusahaan, investor tidak cukup hanya melihat besarnya laba yang dihasilkan. Yang lebih penting adalah memahami seberapa efektif perusahaan mengelola modal yang ditanamkan oleh pemegang saham.

Penilaian ini umumnya dilakukan melalui rasio keuangan yang digunakan untuk mengukur efisiensi kinerja perusahaan. Salah satu rasio utama dalam analisis fundamental adalah ROE (Return on Equity).

ROE adalah indikator yang digunakan untuk mengukur seberapa efisien perusahaan memanfaatkan modal investor dalam menghasilkan laba

Dengan memahami ROE, investor dapat menilai apakah sebuah perusahaan mampu memberikan imbal hasil yang sepadan dengan dana yang telah disetorkan. Untuk memahami konsep ini secara lebih menyeluruh, simak pembahasan artikel ini sampai akhir.

Apa Itu ROE (Return on Equity)?

ROE adalah rasio keuangan yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih dari modal yang berasal dari pemegang saham.

Rasio ini membandingkan laba bersih perusahaan dengan total ekuitas, lalu dinyatakan dalam bentuk persentase.

Dalam konteks investasi saham, ROE digunakan untuk menilai seberapa efisien manajemen memanfaatkan dana investor untuk menciptakan keuntungan.

Semakin tinggi nilai ROE, semakin besar pula laba yang dihasilkan dari setiap satuan modal yang ditanamkan. Oleh karena itu, ROE sering dijadikan tolok ukur awal untuk menilai kualitas kinerja perusahaan.

Fungsi ROE (Return on Equity)

Sebagai salah satu rasio profitabilitas, ROE memiliki peran penting dalam proses analisis investasi. Berikut beberapa fungsi ROE yang perlu kamu pahami.

1. Mengukur Kemampuan Perusahaan Menghasilkan Laba

ROE membantu investor melihat seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari ekuitas yang dimiliki. Nilai ROE yang tinggi umumnya mencerminkan kinerja profitabilitas yang baik.

2. Membantu Menilai Potensi Kinerja ke Depan

ROE sering digunakan sebagai indikator awal untuk memproyeksikan potensi pertumbuhan perusahaan. Perusahaan dengan ROE yang konsisten cenderung memiliki prospek bisnis yang lebih stabil.

3. Melihat Konsistensi Kinerja dari Waktu ke Waktu

Dengan membandingkan ROE secara historis, investor dapat menilai apakah perusahaan mengalami peningkatan efisiensi, stagnasi, atau justru penurunan kinerja.

4. Alat Pembanding dengan Perusahaan Sejenis

ROE memudahkan investor membandingkan kinerja beberapa perusahaan dalam sektor yang sama. Perusahaan dengan ROE lebih tinggi umumnya dianggap lebih efisien dalam mengelola modal.

5. Mencerminkan Kualitas Pengelolaan Modal Perusahaan

Nilai ROE mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengoptimalkan dana pemegang saham. ROE yang rendah bisa menjadi sinyal bahwa modal belum dikelola secara optimal.

Baca juga: ROI (Return of Investment): Pengertian, Manfaat, dan Cara Hitung

Rumus Dasar ROE dan Cara Menghitungnya

Secara umum, rumus dasar ROE adalah sebagai berikut:

ROE = (Laba Bersih / Total Ekuitas) × 100%

Laba bersih dapat ditemukan pada laporan laba rugi, sedangkan total ekuitas tercantum dalam neraca perusahaan.

Untuk hasil yang lebih akurat, sebagian analis menggunakan rata-rata ekuitas dalam satu periode, terutama jika terjadi perubahan modal yang signifikan.

Sebagai contoh, jika sebuah perusahaan mencatat laba bersih sebesar Rp10 triliun dengan total ekuitas Rp50 triliun, maka ROE perusahaan tersebut adalah 20%. Artinya, setiap Rp1 modal pemegang saham mampu menghasilkan laba sebesar Rp0,20.

Cara Memahami ROE (Return on Equity)

Nilai ROE tidak dapat ditafsirkan secara berdiri sendiri. Agar analisisnya tidak keliru, kamu perlu melihat ROE dalam konteks yang lebih luas, baik dari sisi industri, tren kinerja, maupun struktur keuangan perusahaan. Berikut ini cara memahaminya:

1. Bandingkan dengan Rata-rata Industri

ROE yang tinggi belum tentu menunjukkan kinerja yang unggul jika tidak dibandingkan dengan perusahaan sejenis. Setiap sektor memiliki karakteristik bisnis dan kebutuhan modal yang berbeda.

Sebagai contoh, perusahaan di sektor teknologi umumnya memiliki ROE lebih tinggi karena kebutuhan aset fisiknya relatif kecil. Sebaliknya, sektor manufaktur atau utilitas cenderung memiliki ROE lebih rendah karena membutuhkan modal dan aset yang besar.

Oleh karena itu, membandingkan ROE hanya relevan jika dilakukan dalam industri yang sama.

2. Perhatikan Tren ROE dari Waktu ke Waktu

Selain melihat angka pada satu periode, kamu juga perlu mengamati pergerakan ROE dari tahun ke tahun. ROE yang stabil atau meningkat secara konsisten biasanya mencerminkan kemampuan manajemen dalam mengelola modal secara efektif.

Sebaliknya, ROE yang berfluktuasi tajam dapat menjadi sinyal adanya masalah operasional, perubahan strategi bisnis, atau tekanan keuangan yang perlu dianalisis lebih lanjut sebelum mengambil keputusan investasi.

3. Analisis Sumber Peningkatan ROE

Peningkatan ROE tidak selalu berasal dari pertumbuhan laba yang sehat. Dalam beberapa kasus, ROE dapat meningkat karena penurunan ekuitas, misalnya akibat pembagian dividen besar atau penggunaan utang yang agresif.

Oleh karena itu, kamu perlu menelusuri sumber kenaikan ROE tersebut. ROE yang meningkat karena kinerja operasional yang membaik tentu lebih berkualitas dibandingkan ROE yang naik akibat faktor non-operasional dan bersifat sementara.

4. Perhatikan Peran Utang di Balik Angka ROE

ROE yang tinggi juga perlu dilihat bersamaan dengan tingkat utang perusahaan. Penggunaan utang memang dapat meningkatkan ROE melalui efek leverage, tetapi di sisi lain juga menambah risiko keuangan.

Jika ROE tinggi disertai rasio utang yang meningkat signifikan, kondisi ini perlu diwaspadai karena profitabilitas perusahaan sangat bergantung pada pinjaman. Dalam jangka panjang, struktur keuangan seperti ini bisa membebani arus kas perusahaan.

5. Kombinasikan dengan Rasio Keuangan Lain

Agar analisis lebih komprehensif, ROE sebaiknya tidak digunakan sebagai satu-satunya indikator.

Kamu perlu mengombinasikannya dengan rasio lain, seperti ROA untuk menilai efisiensi aset, margin laba untuk melihat kemampuan menghasilkan keuntungan, serta rasio likuiditas untuk mengukur kesehatan arus kas.

Dengan pendekatan ini, kamu dapat memahami kondisi keuangan perusahaan secara lebih menyeluruh, bukan hanya terpaku pada satu angka rasio.

Pendekatan yang komprehensif ini juga sejalan dengan prinsip diversifikasi, yaitu tidak menggantungkan keputusan investasi pada satu indikator atau satu jenis aset saja.

Di tengah kondisi pasar yang fluktuatif, diversifikasi membantu menjaga keseimbangan portofolio.

Selain saham, sebagian investor melengkapi investasinya dengan aset yang cenderung stabil, seperti emas.

Melalui Tabungan Emas Pegadaian, kamu bisa mulai menabung emas 24 karat secara bertahap dengan saldo awal Rp 10 ribuan saja sehingga pengelolaan investasi tetap fleksibel dan terukur.

Apa yang Terjadi Jika ROE Tinggi?

ROE yang tinggi umumnya menunjukkan bahwa perusahaan mampu mengelola modal pemegang saham secara efisien. Kondisi ini sering menarik minat investor karena mencerminkan potensi imbal hasil yang lebih baik.

Namun, ROE yang terlalu tinggi juga perlu diwaspadai. Dalam beberapa kasus, angka tersebut dapat disebabkan oleh ekuitas yang kecil akibat tingginya utang.

Jika tidak diimbangi dengan manajemen risiko yang baik, kondisi ini justru dapat meningkatkan risiko keuangan perusahaan.

Baca juga: Rasio Aktivitas: Fungsi, Jenis, Rumus, dan Contohnya

ROE yang Baik Itu Berapa?

Tidak ada angka pasti untuk menentukan ROE yang ideal. Namun, ROE di kisaran 15% umumnya menunjukkan bahwa perusahaan cukup efisien dalam mengelola modal pemegang saham, terutama jika nilainya konsisten dari tahun ke tahun.

Meski begitu, ROE tetap perlu dilihat sesuai sektor industri dan tidak dinilai hanya dari satu periode laporan keuangan.

Demikian pembahasan tentang ROE (Return on Equity), mulai dari fungsi, rumus dasar, contoh perhitungan, dan cara memahaminya.

ROE adalah rasio penting yang membantu investor menilai efisiensi dan profitabilitas perusahaan. Melalui pemahaman ROE, kamu dapat mengambil keputusan investasi dengan lebih rasional dan berbasis data.

Namun, dalam praktiknya, tidak semua investor ingin menghadapi volatilitas tinggi dari pasar saham. Oleh karena itu, memiliki instrumen investasi yang cenderung stabil juga menjadi bagian penting dari strategi diversifikasi.

Salah satu alternatif yang banyak dipilih adalah emas, yang dikenal sebagai aset penyimpan nilai di berbagai kondisi ekonomi.

Kini, kamu bisa mulai berinvestasi emas dengan lebih mudah melalui Tabungan Emas Pegadaian, yang memungkinkan pembelian emas 24 karat mulai dari nominal sekitar Rp10 ribuan.

Melalui layanan ini, kamu dapat menabung emas secara bertahap sesuai kemampuan, memantau saldo secara transparan, serta mengelola investasi langsung melalui aplikasi Tring! by Pegadaian.

Ketika dibutuhkan, emas yang terkumpul pun nantinya bisa dimanfaatkan dengan berbagai cara, mulai dari dicetak, digadai, hingga dicairkan kembali.

Mulailah membangun portofolio investasi yang lebih seimbang dengan menabung emas secara rutin melalui Tabungan Emas Pegadaian.

Baca juga: Portofolio Investasi: Definisi, Tujuan, dan Cara Membuatnya

Tinggalkan Komentar

Alamat email kamu tidak akan terlihat oleh pengunjung lain.
Komentar *
Nama*
Email*
logo

PT Pegadaian

Berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ikuti Media Sosial Kami

Pegadaian Call Center

1500 569

atau 021-80635162 & 021-8581162


Copyright © 2025 Sahabat Pegadaian. All Rights Reserved