Impulsive Buying: Ini Penyebab, Tanda, & Cara Mengatasinya

Oleh Sahabat Pegadaian dalam Keuangan

30 July 2025
Bagikan :
image detail artikel

Pernahkah kamu mendengar istilah impulsive buying? Impulsive buying adalah perilaku belanja atau membeli sesuatu tanpa berpikir panjang dan hanya didasarkan pada keinginan sesaat.

Tindakan ini sering kali disamakan dengan perilaku konsumtif. Padahal, keduanya cukup berbeda. Perilaku konsumtif lebih merujuk pada konsumsi produk atau jasa secara berlebihan.

Sejalan dengan masifnya marketplace, impulsive buying seakan menjadi tren dalam masyarakat. Lantas, seperti apa dampaknya? Simak pembahasannya di bawah ini.

Apa Itu Impulsive Buying?

Secara harfiah, impulsive buying artinya belanja impulsif. Impulsive buying adalah keinginan dalam diri seseorang untuk berbelanja suatu produk dalam jumlah banyak tanpa pertimbangan.

Perilaku ini juga dapat terjadi secara tiba-tiba saat seseorang merasa harus membeli produk yang telah menjadi incarannya sesegera mungkin.

Impulsive buying bisa berefek negatif bagi pelakunya. Pasalnya, keputusan tersebut tidak didasari oleh logika atau proses berpikir panjang, melainkan emosi semata. 

Tidak jarang, produk yang dibeli pun bukanlah barang atau kebutuhan prioritas. Akibatnya, tindakan ini hanya akan menimbulkan pemborosan yang tidak baik untuk kondisi finansial.

Salah satu contoh impulsive buying adalah ketika kamu membeli aksesoris besar-besaran di toko secara spontan padahal yang seharusnya dibeli hanya pakaian.

Hal itu menunjukkan bahwa kamu tidak memiliki skala prioritas atau tidak dapat mengontrol keinginan untuk membeli barang tidak terlalu dibutuhkan.

Penyebab Impulsive Buying

Impulsive buying dapat terjadi karena berbagai macam faktor. Adapun faktor penyebab impulsive buying adalah sebagai berikut:

1. Faktor Strategi Pemasaran

Strategi pemasaran produk, seperti potongan harga, cashback, dan promo termasuk penyebab utama seseorang melakukan impulsive buying.

Bukan tanpa alasan, faktor tersebut nyatanya mampu menarik perhatian maupun minat konsumen dan membuat seseorang sulit menahan godaan untuk melakukan transaksi pembelian.

2. Faktor Jenis Produk

Seiring waktu, para pelaku usaha terus berupaya untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas produknya agar dapat bersaing di pasaran. Alhasil, kemasan, desain, dan jenisnya lebih variatif.

Keterbatasan atau eksklusivitas produk yang dijual juga dapat mendorong seseorang untuk berperilaku impulsif. Padahal, produk-produk yang ingin dibeli tersebut belum tentu dibutuhkan.

3. Faktor Budaya

Penerapan budaya hidup mandiri di kalangan masyarakat kini semakin populer. Tidak hanya berdampak positif, budaya ini dapat membawa pengaruh negatif pula.

Pasalnya, jika dibandingkan dengan budaya kolektif, kecenderungan impulsive buying lebih banyak terjadi pada individu atau masyarakat yang menerapkan budaya mandiri.

Hal itu bisa terjadi karena beberapa hal, seperti dorongan ekspresi diri, kebutuhan mengatasi stres secara individual, paparan media sosial, hingga kurangnya pertimbangan kolektif.

4. Faktor Kepribadian

Umumnya, seseorang yang cenderung melakukan impulsive buying sangat memperhatikan status sosial dan gengsi. Salah satu pemicunya adalah FOMO (Fear of Missing Out).

Seseorang yang FOMO akan merasa seakan takut ketinggalan tren apabila tidak memiliki barang yang sedang naik daun di pasaran. 

Hal ini yang kemudian mendorongnya untuk membeli barang-barang baru secara spontan tanpa berpikir dua kali walaupun sebenarnya tidak terlalu penting.

Tujuan belanja impulsif ini tidak lain adalah hanya untuk meningkatkan citra diri dan memuaskan rasa gengsi.

Baca juga: Tips Belanja 11.11 Anti Kalap dan Tetap Produktif

Tanda-Tanda Impulsive Buying

Biasanya, perilaku impulsive buying memiliki ciri tersendiri. Adapun tanda-tanda seseorang sedang berperilaku impulsive buying adalah sebagai berikut:

  • Rasa iri pada teman dan bertujuan untuk bersaing dengannya.
  • Mempunyai terlalu banyak barang karena tidak berpikir terlebih dahulu saat berbelanja.
  • Berbelanja hanya sebagai bentuk kepuasan diri untuk membuat diri merasa senang dan lebih baik, terutama saat sedang lelah, bosan, atau sedih.
  • Kondisi finansial tidak sehat alias memburuk sebab terlalu boros dalam mengeluarkan uang.
  • Membeli produk atau jasa berkedok self reward.
  • Menjadikan window shopping sebagai penghilang rasa stres.
  • Gampang tergiur diskon dan promo produk atau jasa dengan dalih kesempatan tidak akan terulang kembali.

Cara Mengatasi Impulsive Buying

Belanja impulsif sebenarnya dapat dikelola dengan baik tanpa harus khawatir kehilangan momen berharga. Adapun beberapa cara mengatasi impulsive buying adalah sebagai berikut:

1. Menyusun Daftar Prioritas

Untuk menghindari sikap impulsif saat berbelanja, sebaiknya susunlah daftar prioritas terlebih dahulu. Kamu perlu mempertimbangkan antara kebutuhan dan keinginan.

Dengan skala prioritas, kamu bisa tetap fokus pada hal-hal yang lebih penting dan pengeluaran pun terkelola secara bijaksana.

2. Memanfaatkan Promo dengan Cerdas

Membeli produk atau jasa dengan harga promo memang bisa menghemat pengeluaran dana, namun kamu harus tetap bijaksana dalam memanfaatkannya. Ambil manfaat promo atau diskon untuk berbelanja barang yang dibutuhkan saja.

Baca juga: Konsumsi: Pengertian, Ciri, Faktor, Tujuan, dan Contohnya

3. Menetapkan Anggaran

Demi mencegah terjadinya pemborosan, penting untuk menetapkan anggaran. Alokasikan dana untuk pengeluaran yang penting dan realistis.

Tidak hanya mengatasi impulsive buying, manajemen keuangan yang tepat juga dapat membuat aktivitas berbelanja menjadi lebih nyaman.

4. Menetapkan Batasan Ketika Melakukan Self Reward

Membeli barang secara berlebihan dengan alasan self reward memicu timbulnya perilaku impulsive buying.

Oleh karena itu, tentukan waktu yang tepat untuk melakukan self reward. Tetapkan batasan yang pasti agar tidak terjebak dalam kebiasaan impulsive buying.

5. Membatasi Akses E-Commerce

Kemudahan akses ke e-commerce dapat mendorong tindakan impulsif saat berbelanja. Cara mengatasi impulsive buying ini bisa dilakukan dengan mulai membatasi aksesnya. Maka dari itu, hindari terlalu banyak pemasangan aplikasi belanja online di handphone kamu.

Demikian pembahasan mengenai definisi, faktor penyebab impulsive buying, tanda-tanda, dan cara mengatasinya secara tepat.

Kelolalah dana pribadi dengan baik dan gunakanlah sebagian untuk sesuatu yang lebih bermanfaat, seperti berinvestasi emas melalui Tabungan Emas di Pegadaian.

Dengan Tabungan Emas, kamu bisa memperoleh jaminan emas 24 karat dan banyak keuntungan menjanjikan lainnya.

Pendaftaran dan transaksi Tabungan Emas di Pegadaian sangat praktis. Kamu hanya perlu melakukan pembelian awal seharga minimal Rp10 ribuan dan melengkapi segala persyaratan yang ada.

Kamu bisa membuat rekening Tabungan Emas dan bertransaksi secara mudah melalui aplikasi Pegadaian Digital secara online atau langsung di kantor cabang Pegadaian terdekat.

Saldo tabungan yang sudah terkumpul dapat dimanfaatkan untuk beragam hal, baik itu dicairkan kembali melalui Gadai Tabungan Emas, dikonversi ke emas fisik, atau dikirimkan ke sesama pemilik Tabungan Emas.

Jika ingin mengetahui perkiraan gramasi emas yang ingin dibeli, kamu bisa memanfaatkan fitur Simulasi Tabungan Emas di Pegadaian.

Jadi, yuk mulai menabung emas sekarang juga di Pegadaian dan tingkatkan peluang cuan untuk finansial yang lebih baik!

Baca juga: 10 Cara Menghemat Uang Belanja yang Cermat dan Praktis

Komentar (2)
image comment user
Idris
26 hari yang lalu

mantap min

Balas
image comment user
Customercare
26 hari yang lalu

Hai Idris, Sahabat Pegadaian. Terima kasih atas komentar yang diberikan dan nantikan artikel menarik lainnya Sahabat. -Sera

Balas

Tinggalkan Komentar

Alamat email kamu tidak akan terlihat oleh pengunjung lain.
Komentar *
Nama*
Email*
logo

PT Pegadaian

Berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ikuti Media Sosial Kami

Pegadaian Call Center

1500 569

atau 021-80635162 & 021-8581162


Copyright © 2024 Sahabat Pegadaian. All Rights Reserved