Mengenali Perbedaan Ekonomi Syariah dan Konvensional

Oleh Sahabat Pegadaian dalam Keuangan

13 October 2025
Bagikan :
image detail artikel

Dalam ilmu ekonomi, terdapat sejumlah konsep utama yang perlu dipahami. Dua di antaranya adalah sistem ekonomi syariah dan konvensional.

Walaupun sama-sama menggunakan prinsip ilmiah dasar ekonomi, kedua sistem ekonomi tersebut sebenarnya berbeda.

Perbedaan ekonomi syariah dan konvensional terlihat jelas pada dasar filosofisnya. Ingin tahu apa sajakah itu? Mari simak ulasannya dalam artikel ini.

Perbedaan Ekonomi Syariah dan Konvensional

Ekonomi syariah adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memenuhi keperluan hidupnya berbasis ajaran Islam. Sistem ekonomi ini memadukan nilai material dan spiritual. 

Sementara itu, ekonomi konvensional mempelajari segala perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan tidak terbatas dengan memanfaatkan faktor produk yang terbatas.

Perbedaan ekonomi syariah dan konvensional pun tampak dalam beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

1. Prinsip dan Tujuan

Tujuan ekonomi syariah adalah untuk mencapai kesejahteraan menyeluruh secara sosial dan spiritual. Hal ini sejalan dengan prinsipnya yang didasarkan atas lima nilai universal, antara lain:

  • Keadilan.
  • Keimanan (tauhid).
  • Kenabian.
  • Pemerintahan.
  • Hasil (laba).


Kelima nilai itu melarang keras adanya riba di setiap kegiatan jual beli karena ekonomi syariah menganut paham untuk berbuat adil dengan tidak menzalimi pihak lain demi keuntungan pribadi.

Berbeda dengan hal tersebut, ekonomi konvensional justru mengizinkan penggunaan riba dalam transaksi roda perekonomian. 

Sebab, tujuan utamanya adalah untuk mengoptimalkan keuntungan dan meraih kesejahteraan masyarakat melalui stabilitas pertumbuhan ekonomi sekaligus produktivitas yang tinggi.

2. Sumber Hukum

Sesuai namanya, sumber hukum ekonomi syariah berlandaskan pada syariat Islam yang bersumber dari Al-Qur'an, hadis (sunah), qiyas (analogi), dan ijma (konsensus ulama).

Sementara itu, ekonomi konvensional berbasis pada man-made laws (aturan maupun kesepakatan yang dibuat oleh manusia dan disepakati bersama) serta prinsip ekonomi pasar.

3. Instrumen dan Mekanismenya

Instrumen keuangan serta investasi ekonomi syariah harus sesuai ajaran Islam yang berlandaskan transaksi riil dan etika, seperti zakat, sukuk, murabahah, maupun musyarakah.

Jadi, sistem ekonomi syariah tidak memberlakukan bunga atau riba karena dianggap melanggar nilai keadilan dan hanya menguntungkan pihak yang mempunyai modal saja.

Namun, ekonomi syariah masih memperbolehkan maupun menerima saham serta pasar bebas sebagai instrumen dengan prinsip dan batasan yang harus diikuti.

Sebaliknya, bunga, saham, obligasi, derivatif, dan pasar bebas termasuk dalam kategori instrumen keuangan maupun investasi ekonomi konvensional.

Ekonomi konvensional memandang instrumen-instrumen tersebut sebagai sistem yang memungkinkan perolehan keuntungan dan pertumbuhan ekonomi.

Secara mekanisme bisnis, pelaku usaha syariah harus memastikan bahwa modal awalnya berasal dari apa yang dihalalkan Islam dan menerapkan prinsip muamalah dalam praktiknya.

Contoh ekonomi syariah dalam bisnis dan konsumsi, yakni pakaian muslim, makanan, serta minuman halal.

Jenis produk yang mengandung narkoba, alkohol, babi, dan lain sebagainya yang dilarang dalam Islam tentu dihindarkan.

Sebaliknya, modal bisnis konvensional cenderung tidak terbatas. Selain itu, menggunakan surat perjanjian yang sah dan tidak menjadikan akad tertentu sebagai prioritas utama.

4. Pengawasan

Aspek lain yang menjadi perbedaan ekonomi syariah dan konvensional adalah pengawasan. Sistem operasional lembaga keuangan syariah diawasi oleh berbagai pihak, yaitu:

  • Pemerintah atau lembaga tertentu yang terkait.
  • Dewan pengawas khusus, terdiri atas sekumpulan ulama dan ahli ekonomi yang menguasai ilmu fiqih muamalah.


Adapun macam-macam ekonomi syariah menurut institusinya, yakni bank syariah, asuransi syariah, dan koperasi syariah.

Sementara itu, lembaga keuangan konvensional, seperti bank umum beroperasi dengan pengawasan sesuai kebijakan pemerintah dan hukum yang diberlakukan.

Secara umum, sistem pengawasan dilaksanakan oleh lembaga tertentu serta pihak internal yang ada di dalamnya.

Baca juga: Ekonomi Hijau: Pengertian, Prinsip, Konsep, & Manfaatnya

5. Distribusi Kekayaan

Perbedaan ekonomi syariah dan konvensional berikutnya terletak pada distribusi kekayaannya. Ekonomi konvensional lebih condong pada kapitalis.

Artinya, kekayaan berpihak ke pemilik modal paling besar daripada pihak yang meminjam (debitur) karena prinsipnya cenderung untuk memperoleh laba sebesar-besarnya.

Alhasil, terjadi ketimpangan kekayaan. Di sisi lain, ekonomi syariah menitikberatkan pada distribusi secara merata melalui wakaf, zakat, infak, sedekah, dan larangan menimbun harta.

6. Aset

Dalam ekonomi syariah, keberadaan aset berperan untuk menyejahterakan masyarakat dan memperoleh kedamaian sekaligus kemuliaan di dunia maupun akhirat (falah).

Artinya, kepemilikan maupun penggunaan aset memang difokuskan untuk kepentingan orang banyak dan bukan pribadi semata sesuai prinsip hadis Rasulullah saw..

Lain halnya dengan itu, peranan aset dalam ekonomi konvensional lebih menekankan pada pemenuhan materi dan keuntungan saja.

7. Hak Milik

Ekonomi syariah mengakui hak milik individu yang dibatasi oleh aturan dan etika dalam Islam. Kepemilikan ini wajib dikelola dengan penuh tanggung jawab untuk kemaslahatan umat.

Sebagai contoh, yaitu kepemilikan alat atau faktor produksi. Apabila negara membutuhkan aset tersebut untuk kepentingan sosial, maka orang yang memiliki harus rela melepaskannya.

Sementara itu, kepemilikan individu dalam ekonomi konvensional bersifat mutlak dan bebas karena lebih memprioritaskan pada penguasaan atas harta sekaligus keuntungan pribadi.

8. Pembagian Keuntungan

Dalam membagi keuntungan, ekonomi konvensional mengimplementasikan sistem bunga atau time value of money. Akibatnya, ada kesenjangan antara pemilik modal dan pembayar bunga.

Sementara itu, keuntungan dalam ekonomi syariah hanya dibagi dan dihitung saat terdapat transaksi bisnis. Sistem yang digunakan adalah bagi hasil sehingga dinilai lebih adil.

Demikian pembahasan seputar perbedaan ekonomi syariah dan konvensional. Memahami informasi di atas dapat memperluas pengetahuan terkait cara kerja perekonomian.

Dengan begitu, pelaku ekonomi mampu membuat keputusan yang lebih tepat saat bertransaksi ekonomi. Misalnya, memilih untuk membeli emas di Pegadaian melalui Cicil Emas.

Layanan berprinsip syariah ini memungkinkan nasabah memiliki emas dengan menyesuaikan kebutuhan dan kondisi finansial karena tidak harus mengeluarkan budget sekaligus.

Cicil Emas menawarkan jaminan emas 24 karat bersertifikat yang bisa dijual kembali di Galeri 24. Nilai cicilannya bersifat tetap meskipun harga emas sedang meningkat.

Proses pengajuan cicilan emas dapat dilakukan lewat aplikasi Pegadaian Digital atau langsung di kantor cabang Pegadaian terdekat dengan memenuhi seluruh persyaratan yang ditetapkan.

Nasabah bisa memilih tenor sesuai preferensi, mulai dari 3, 6, 12, 18, 24, dan 36 bulan. Jika pelunasan dipercepat, maka ada peluang bagi nasabah untuk menerima diskon sewa modal.

Emas dapat diterima setelah seluruh cicilan lunas. Apabila ingin mengetahui besaran nominal angsuran yang harus dibayarkan setiap bulan, hitunglah dengan fitur Simulasi Cicil Emas.

Tertarik untuk mulai mencicil emas? Yuk, segera ajukan Cicil Emas di Pegadaian dan nikmati kesempatan investasi emas secara praktis!

Baca juga: Ekonomi Digital: Pengertian, Manfaat, & Tantangannya

Tinggalkan Komentar

Alamat email kamu tidak akan terlihat oleh pengunjung lain.
Komentar *
Nama*
Email*
logo

PT Pegadaian

Berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Ikuti Media Sosial Kami

Pegadaian Call Center

1500 569

atau 021-80635162 & 021-8581162


Copyright © 2025 Sahabat Pegadaian. All Rights Reserved